Kamis, 07 Maret 2013

Resensi Buku: Arok Dedes




1. DATA BUKU

Judul buku                                                          : AROK DEDES
Pengarang                                                           :Pramoedya Ananta Toer
Penerbit                                                               : Lentera Dipantara
Tahun Terbit                                                        : Cetakan I tahun 1999
Cetakan VI Tahun 2009 Kota Terbit                 : Jakarta
Jumlah halaman                                                  : 561
Harga                                                                   : Rp. 80.500







                                            
2. BIOGRAFI PENGARANG

Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia. Hampir separuh hidupnya dihabiskan didalam penjara -– sebuah wajah semesta yang paling purba bagi manusia-manusia bermartabat: tiga tahun dalam penjara Kolonial, satu tahun di Orde Lama, dan empat belas tahun yang melelahkan di Orde Baru (13 Oktober 1965-Juli 1969, pulau Nusa-kambangan Juli 1969-16 Agustus 1969, pulau Buru Agustus 1969-12 November 1979, Magelang/Banyumanik November-Desember 1979) tanpa proses pengadilan. Pada tanggal 21 Desember 1979 Pramoedya Ananta Toer mendapat surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G30S PKI tetapi masih dikenakan tahanan rumah, tahanan kota, tahanan negara sampai tahun 1999 dan wajib lapor ke Kodim Jakarta Timur satu kali dalam seminggu selama kurang lebih 2 tahun. Beberapa karyanya lahir dari tempat purba ini, diantaranya Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca).
            Penjara tak membuatnya berhenti sejengkalpun menulis. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya dibuang dan dibakar.
            Dari tangannya yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan lebih dari 42 bahasa asing. Karena kiprahnya di gelanggang sastra dan kebudayaan, Pramoedya Ananta Toer dianugrahi pelbagai penghargaan internasional, di antaranya: The PEN Freedom-to-write Award pada 1988, Ramon Magsaysay Award pada 1995, Fukoka Culture Grand Price, Jepang pada tahun 2000, tahun 2003 mendapatkan penghargaan The Norwegian Authours Union dan tahun 2004 Pablo Neruda dari Presiden Republik Chile Senor Ricardo Lagos Escobar. Sampai akhir hidupnya, ia adalah satu-satunya wakil Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar Kandidat Pemenang Nobel Sastra. Beliau meninggal pada tanggal 30 April 2006 dan dikebumikan di Jakarta.



3. SINOPSIS
Arok Dedes, adalah roman yang menolak seluruh dongengan dan mistika yang menyelimuti cerita dimana nyaris seluruh daya-sadar masyarakat Indonesia pernah menaggapnya karena masuk dalam silabus buku-buku sejarah diniyah. Di tangan Pram (sapaan akrab Pramodya Ananta Toer), sejarah awal abad 13 itu, seluruh mistika yang menyertai jatuhnya Tumapel, dicerbut, ditelanjangi, dibersihkan. Dari yang irasional (kutukan keris Empu Gandring tujuh turunan) diluruhkan. Dan berubahlah cerita Arok-Dedes yang terkenal itu menjadi cerita politik yang menggetarkan sekaligus mendebarkan. Ini roman politik seutuhnya.
            Berkisah tentang kudeta pertama yang terjadi di bumi Nusantara, kudeta ala Jawa. Kudeta yang merangkak dari bawah menggunakan banyak tangan untuk kemudian memukul habis dan mengambil bagian kekuasaan sepenuh-penuhnya. Kudeta licik namun cerdik. Kudeta berdarah-darah, tapi para pembunuh yang sejati bertepuk dada dan mendapatkan penghormatan setinggi-tingginya.
             Pada tahun 1215, Temu seorang bocah berumur belasan, dikemudian hari dikenal dengan nama Arok, telah mengorganisir perlawanan secara tidak sadar terhadap Tunggul Ametung Akuwu Tumapel. Dalam waktu lima tahun ia telah menjadi pemuda berumur duapuluh tahun, tlah menjelma menjadi seorang taktikus perang cerdik yang mengubah cara berperang gaya Hindu di Jawa, ia juga menjadi seorang polotikus dan juga negarawan dengan gayanya sendiri.
            Melibatkan gerakan militer (Gerakan Empu Gandring), menyebarkan syak wasangka dari dalam bilik agung Tunggul Ametung. Tak ada kawan maupun lawan, yang ada hanya kegelisahan akan siapa yang dapat Tunggul Ametung percayai. Mengorganisir paramiliter (begundal-begundal dan jajaro), dan memperpanas perkubuan. Aktor-aktornya bermain bekerja seperti hantu. Kalaupun gerakannya diketahui, namun tiada bukti yang sahih bagi penguasa (Akuwu Tunggul Ametung dan para Patih-Patihnya) untuk dapat menyingkirkannya.
            Arok adalah simbol dari gabungan antara mesin paramiliter licik dan politisi sipil yang cerdik-rakus (dari kalangan sudra/agrari yang merangkakkan nasib menjadi penguasa tunggal tanah Jawa). Mula-mula, didekatinya para intelektual dan kaum moralis (brahmana) untuk mendapatkan legitimasi bahwa usaha kudetanya legal. Karena betapa pun kekuasaan politik, selaluh butuh legitimasi - baik legitimasi agama (sesembahan dewa-dewi) maupun legitimasi sejarah dan identitas (kekastaan, asal-usul).
            Arok mendapatkan semua legitimasi itu untuk mengukuhkan diri sebagai penyelamat rakyat dari politik yang dijalankan oleh orde Tunggul Ametung secara sewenang-wenang. Arok juga menggunakan jalinan kisah cintanya bersama paramesywari Tumapel (Dedes) untuk memuluskan jalannya menuju tampuk kekuasaan. Arok tak mesti memperlihatkan tangannya yang berlumuran darah mengiringi jatuhnya Tunggul Ametung di Bilik Agung Tumapel, karena politik tak selalu identik dengan perang terbuka. Politik adalah permainan catur diatas papan bidak yang butuh kejelian, pancingan, ketegaan melemparkan umpan-umpan untuk mendapatkan peruntungan besar. Tak ada kawan maupun lawan, yang ada hanyalah tujuan akhir: puncak dari kekuasaan itu sendiri; tahta dimana hasrat bisa diletupkan sejadi-jadi yang diinginkan.
Pada akhirnya roman Arok Dedes menggambarkan peta kudeta politik yang kompleks yang “disumbang” Jawa untuk Indonesia.











4. ANALISIS BUKU
4. 1  BAHASA
Jika ditelisik lebih dalam dari bahasa yang digunakan Pram dalam menceritakan kembali roman Arok-Dedes versinya, memang agak berbeda dengan yang biasa kita temui, karakteristik dari setiap peran mempunyai bahasanya sendiri-sendiri, disinilah kehebatan Pram dalam membangun sebuah karakter lewat bahasa penuturan dari setiap lakonnya yang amat berbeda, seorang yang berkasta Sudra tidaklah sama gaya berbahasanya dengan seseorang yang berkasta Brahmana. Pram mempunyai ‘bahasa’ sendiri dikala ia membuat cerita dan menghadirkannya didepan alam imajinasi kita. Emosi yang keluar dari salah satu tokoh pun tidak mesti sama dengan luapan emosi tokoh yang lain. Walaupun banyak kata-kata yang tidak sesuai dengan EYB, namun setidaknya dengan penjelmaan tokoh lewat bahasanya cukup membuat kita terperangah lewat kekayaan bahasa yang Pram suguhkan.

4. 2  SISTEMATIKA
Sistematika pembahasan Dedes-Arok, Pramoedya menggunakan sistematika pembahasan deskriptif-analisis berdasarkan  tinjauan aspek strata sosial, agama, dan politik. Pramoedya mengisahkan perjalanan yang dilakukan Temu (Arok kecil), kisah asmaranya bersama dua orang wanita sekligus; Umang (teman kecilnya) dan Dedes Paramesywari kerajaan Tumapel. Sampai Arok mendapatkan apa yang ia impikan;  berkuasa penuh atas kerajaan Tumapel.






4. 3  LAYOUT
Layout cover buku ini cukup menarik; didepan beberapa Pura/Candi seorang pemuda gagah berpakaian ala kesatria Jawa, bercelana tanggung, tanpa baju, hanya kalung yang melingkar di lehernya sambil menghunuskan sebuah keris, satu keris lagi masih tersimpan disela selendang yang ia kenakan, tanpa memperdulikan riuh parajurit yang membelakanginya. Sementara itu dibelakang pemuda tadi para prajurit dengan gagah berani membawa tameng, tombak, pedang, dan alat-alat perang lainnya berlalu-lalang walaupun sebagian dari mereka tampak bingung dengan yang terjadi didepannya, salah satunya prajurit berkumis menatap sinis sang pemuda, entah apa yang ia fikirkan. Bertuliskan AROK DEDES berwarna merah dengan list putih, mungkin ini menggambarkan pertumpahan darah yang terjadi waktu itu namun dibalut dengan rapih oleh sang kreator peperangan tanpa harus merusak sucinya warna putih.

4. 4  MANFAAT
Bagi para pemerhati cerita-cerita dongengan tanah Jawa, namun kurang begitu percaya dengan ha-hal yang berbau irasional buku ini cukup menarik untuk dikupas. Karena Pramoedya dapat memberikan kita “sesuatu” yang berbeda dan belum pernah kita fikirkan sebelumnya. Tentang keadaan yang belum terbayangkan, peta perpolitikan yang sering terjadi dewasa ini, jauh sebelum Indonesia merdeka bahkan bayang-bayang sebuah Majelis Permusyawaratan Rakyat belum terbesit, ternyata sudah pernah dialami oleh “embrio” bangsa ini. Memang politik tak selalu ramah bagi pemeluknya, seringkali kita terdorong untuk selalu berada didepan mengalahkan yang lain. Namun tanpa disadari langkah kita tak jarang mengusik jejak orang lain dan itu pun di halalkan demi satu kata; pemimpin tertinggi. Inilah potret bangsa Indonesia pada abad ke 13 jauh sebelum mengenal gaya berpolitik era orde lama, orde baru, dan pasca reformasi sekarang ini.


4. 5  KELEMAHAN BUKU
Pengemasan ulang kisah Arok-Dedes dan disuguhkan dalam bentuk yang jauh berbeda dari yang biasa kita dengar, tentu saja mengakibatkan beberapa dampak negatif bahkan mengakibatkan pergeseran budaya untuk kalangan tertentu. Dengan rasionalisasi tentu saja akan menghasilkan pola pemikiran yang berbeda pula pada kalangan masyarakat dalam memaknai kisah Arok-Dedes ataupun keris empu gadring yang dulu dikenal “angker” dengan kutukan tujuh turunannya akan menjadi biasa saja. Bermula dari kisah ini, kemudian orang akan mencari “hal baru” untuk memuaskan hasrat tentang kisah-kisah sejarah yang menurut mereka irasonal agar menjadi rasional. Lalu terkikisnya warisan budaya Indonesia dalam bentuk cerita-cerita adat, asal muasal suatu tampat tentu saja tidak bisa terelakkan lagi, semuanya akan menjadi semu, bahkan kelabu lalu terbang seperti abu meninggalkan tempat asalnya. Saat sesuatu yang irasional sudah tidak lagi diindahkan, upacara adat pun akan menjadi korban, karena sering kali upacara adat “menentang” hal-hal yang berbunyi rasional. Mudah-mudahan ini hanya analisa yang berlebihan dari penulis, karena bagaimanapun juga penulis yakin bahwa Pramoedya tidak sedikitpun berfikir ke arah itu.










5. KESIMPULAN
          Buku Arok-Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ini cukup menantang untuk kita nikmati. Khususnya untuk para penikmat karya-karya Pramoedya, buku ini sungguh berbeda dengan buku-buku yang lain. Dimana didalamnya terdapat alur cerita yang menggetarkan, membuat kita penasaran, dan lagi sering kali mematahkan gambaran kita akan roman Ken Arok dan Ken Dedes sebagai pemeran utamanya. Bagaimanapun juga dari tangan dingin Pram dan kekuatan alam imajinya seolah dia telah jauh melampaui zamannya dan kembali untuk menceritakan apa yang terjadi dalam roman Arok-Dedes dilihat dengan kacamata rasionalya.
            Lewat bukunya, Pram membawa kita jauh menjelajahi tanah Jawa yang masih perawan, melewati hutan rimba ditengah gelapnya malam, menyusuri sungai brantas yang terkenal dengan pembantaian PKI pada sejarah awal kemerdekaan. Dengan bahasa yang apik Pram mengemas kisahnya seolah ia hadir disana kemudian hidup lagi untuk menceritakannya, dimana setiap jengkal dari roman ini begitu detail diungkapkan tanpa ada yang tersisa.
Bersetting di tanah Jawa pada abad ke 13 Cerita ini berlatar belakang konflik agama-sosial-politik yang terjadi di Kerajaan Tumapel dibawah kekuasaan Kerajaan Kediri. Mengenal para jajaro yang setia terhadap tuannya walaupun harus dipotong lidahnya, dahsyatnya kekuatan pasukan khusus Empu Gandring menunggu perintah dititahkan., dan kekuatan berfikir sang pemeran utama Arok adalah hal yang paling menarik disini.
Akhirnya roman Arok-Dedes adalah roman rasional seutuhnya, yang lahir dari tangan Pramodya Ananta Toer dengan proses yang cukup panjang. Mencerabut segala sesuatu yang berbau irasional (kutukan keris empu gandring tujuh turunan) sampai ke tangan pembacanya. Dan roman Arok-Dedes menggambarkan peta kudeta politik yang kompleks yang “disumbang” tanah Jawa Untuk Indonesia.

3 komentar:

  1. dibuat dan dibaca sekitar tiga tahun kemarin, :)

    BalasHapus
  2. Bang, izin copy fotonya ya.
    Buat foto di blog saya.
    Bukan untuk kepentingan komersil kok.
    Ini blog saya kataabsurd.wordpress.com

    BalasHapus